Antara Kebebasan Hati dan Tanggung Jawab



Copyright by Thinkstockphotos.com


Kebebasan, panggilan hatiku menginginkan udara segar. Tinggal di pedesaan, meskipun tanpa listrik, meskipun tanpa signal, meskipun harus mandi di kali, dan berbagai macam meskipun lainnya yang terkesan berbeda dengan dunia perkotaan. Tapi disitulah kenikmatan yang sesungguhnya. Suasana desa yang jauh dari polusi. Tak ada hiruk pikuk kendaraan yang saling berbaris dan bersuara bising disiang yang panas.

Kebebasan, panggilan hatiku menginginkan pengabdian. Mengajar di sebuah sekolah yang terletak di desa yang terpencil. Meskipun dengan atap yang bolong, berdinding bambu, dan berlantaikan rerumputan, meskipun hanya digaji beberapa genggam beras, dan berbagai meskipun lainnya yang terkesan jauh dari kekayaan dan ketenaran. Tapi seperti itulah kebahagiaan yang ku inginkan. Mengabdikan diri dengan ilmu yang ku peroleh untuk anak-anak desa. Membagi cita-cita harapan bangsa untuk mencerdaskan bangsa dari seluruh pelosok negeri, dari ujung timur negeri sampai ujung barat negeri, dari ujung selatan negeri sampai ujung utara negeri. Menemukan manusia-manusia hebat dari desa-desa terpencil.

Panggilan hatiku menginginkan kebebasan, tapi ada kewajiban yang harus ku penuhi sebagai seorang anak yang akan dilahirkan di bumi. Membahagiakan orang tuaku. Mungkin memang terkesan tak benar atau agak keterlaluan, tapi memang benar, uang mampu membeli kebahagiaan. Memenuhi segala kebutuhan mereka sebagaimana mereka memenuhi segala kebutuhanku dari saat bayi hingga dewasa. Sebagaimana sifat orang tua pada umumnya mereka tak ingin anak-anaknya hidup menderita seperti yang pernah mereka alami, jadi apakah mereka akan merelakan begitu saja  anaknya pergi ke pelosok negeri dan hidup sederhana di tanah orang? Dan sudah kewajibanku untuk menjadi seperti apa yang mereka harapkan.

Panggilan hatiku menginginkan kebebasan, tapi ada tanggung jawab yang harusnya ku penuhi. Kebahagiaan orang-orang yang ada di sekitarku. Menghidupi seorang istri bersama anak-anakku yang akan dilahirkannya. Memenuhi segala kebutuhan mereka adalah kewajibanku sebagai orang suami dan seorang ayah. Sebagaimana aku, mereka pun pasti mendambakan sesuatu, hal-hal lain yang mungkin berbeda denganku, tapi sudah tanggung jawabku sebagai kepala keluarga untuk mempertimbangkan segalanya. Memenuhinya atau mengabaikannya. Demi kebahagiaan mereka atau demi kebahagiaanku.

Dan panggilan hatiku memutuskan satu hal, memenuhi kebebasan hatiku tanpa mengabaikan tanggung jawabku. Melakukan hal yang ku senangi tapi tak lupa untuk membuat orang di sekitarku juga menjadi bahagia. Sudah seharusnya kita bersyukur dengan tak menjadi egois. Membahagiakan orang-orang yang menemaniku sepanjang waktu, untuk mereka yang membagi sebagian waktunya untukku atau untuk mereka yang menghabiskan seluruh waktunya bersamaku. Aku ingin bersyukur karena memiliki mereka didekatku dan aku ingin mereka pun bersyukur  mengenalku dan bertemu denganku.

Karena bahagia itu sederhana. Tak hanya dengan membagi tawa untuk semuanya.

Komentar

Postingan Populer

Gereja Tua

Penyuka Senja

[2] Kisah Adikku : Imajinasi yang Ketinggian