[2]Karena Kami Sudah Seperti Keluarga



Jalan-jalan keliling desa

Ini tentang aku dan mereka. Mereka yang membuat hari-hariku di desa ini—Desa Eensumala— jadi lebih bermakna. Ku akui, aku adalah seorang penyendiri. Bagiku, kamarku adalah istanaku. Aku tak terbiasa berinteraksi dengan dunia luar. Mungkin, aku memang pemalu. Aku seperti beruang yang nyaman di guanya ketika musim dingin datang. Tapi bersama mereka, aku merasakan diriku yang berbeda.

Tapi ini tentang aku. Lama jauh dari rumah, membuatku betah menjadi penyendiri. Mungkin, aku memang merindukan kehangatan sebuah keluarga. Kata-kata bijak ayah, masakan rumah ala ibu, tawa dan canda bersama kakak, dan usilin adik. Kau tahu, bersama mereka—yang di foto—aku merasa seperti mendapatkan kembali kehangatan itu. Lambat laun, kami menyadari bahwa kami memang sudah seperti keluarga.

Ini tentang aku dan mereka. Meskipun kini aku dan mereka sudah kembali pada kesibukan kami masing-masing. Menjalani hari-hari yang pernah kami jalani sebelum masa-masa KKN itu. Tapi kebersamaan itu tak pernah luntur. Kami selalu menyempatkan waktu untuk bertemu. Tertawa bersama lagi, makan-makan bersama lagi, mengenang dan mengulang masa-masa indah dalam kebersamaan itu.

Dan ini untuk mereka. Meskipun kini aku sudah jarang berkumpul dengan mereka. Tapi aku tak mungkin bisa melupakan mereka. 45 hari itu memang bukan waktu yang lama, tapi 45 hari juga bukanlah waktu yang cepat. Hari-hari di mana kita tertawa bersama, saling jahil menjahili, masak dan makan sama-sama, saat benci membenci mengganggu kita, saat kita saling memaafkan karenanya, menikmati kopi spesial di pagi hari, kelapa muda yang menyegarkan di sore hari,  kebersamaan saat malam-malam yang dingin datang, suasana mati lampu di pedesaan, lagu-lagu karaoke yang sering kita nyanyikan bersama, dan berbagai macam hal yang tak bisa ku tuangkan dalam kata dan ku urai dengan jelas. Aku dan mereka, tak kan bisa melupakan hari-hari itu.

Ini memang bukan kisah cinta, bukan pula tentang cinta pertama. Tapi ini tentang saat di mana kita merasa sudah seperti keluarga. Hari-hari kebersamaan itu, aku dan mereka tak kan pernah bisa melupakannya.



Aku dan mereka. Kita tak kan pernah melupakan ini. Kata-kata yang tergantung di pintu kamar itu.
“Jika kita pulang, jangan pernah katakan ‘selamat tinggal’. Karena itu akan merusak harapan kita untuk bertemu kembali.”

Komentar

Postingan Populer

Gereja Tua

Penyuka Senja

[2] Kisah Adikku : Imajinasi yang Ketinggian