Nyantap Kasuami di Eensumala



Kasuami, nasi dan ikan goreng


           

Ini siang yang berbeda. Aku tak pernah melalui siang yang seperti ini sebelumnya. Lelah dan letih menyambutku saat kembali ke posko. Aktivitas mengajar anak SMP ternyata membuatku kelelahan juga. Baru kali ini ku akui kalau jadi guru itu—yang kelihatanya cuma mengajar saja—ternyata bukanlah hal yang mudah.

            Ini tak seperti siang yang biasanya. Saat itu sudah masuk minggu kedua kami KKN di Eensumala. Teman-temanku yang tidak pergi mengajar sudah makan siang duluan. Aku yang pulang telat terpaksa harus makan sendiri. Siang itu mereka hanya menyiapkan nasi. Soal siapa yang akan menemani nasi di piring, masalah itu silahkan diurus sendiri. Apakah menyiapkan mie rebus atau telur goreng. Tapi perutku mulai menjerit minta diisi. Aku yang kehilangan tenaga siang itu, memutuskan untuk beristirahat sejenak.

            Namun perutku masih belum mau berdamai. Kebetulan warung di dekat posko menjual ikan goreng. Niatku hanya ingin membeli ikan. Tapi makanan yang satu ini menggodaku. Namanya Kasuami. Makanan yang seharusnya sudah Go Nasional sejak dulu. Ini makanan khas Sulawesi Tenggara. Kebetulan KKN di pulau Buton, jelaslah Kasuami pasti bakal dijumpai. Hari itu, makan siangku jadi benar-benar nikmat.

            Kasuami merupakan makanan khas di daerah kepulauan di Sulawesi Tenggara, seperti Buton, Muna, dan Wakatobi. Kasuami umumnya berbentuk seperti tumpeng atau gunungan dan berwarna putih kekuning-kuningan. Kasuami terbuat dari singkong (ketela pohon atau ubi kayu) yang diparut, kemudian parutannya itu dimasukkan kecetakan berbentuk kerucut untuk dikukus. Proses memasaknya pun kurang lebih 15 menit. Jadi, saat pemerintah mulai mencoba program untuk mengganti beras dengan ubi. Terus kenapa kita tidak mencoba untuk mengubah menu utama makanan dari nasi menjadi kasuami. Itu sebabnya aku yakin, Kasuami seharusnya sudah Go Nasional sejak dulu.

            Saat masa-masa KKN di kampung orang, tapi makan siangnya pake Kasuami. Rasanya jadi seperti di kampung sendiri. Apa lagi kalau kasuaminya di temani ikan goreng. Wah, lidah siapa yang tak tergoda untuk mencobanya. Kasuami umumnya memang paling mantap kalau dimakan bareng ikan. Diolah seperti apa pun ikan itu, entah digoreng, entah dimasak, entah dibakar, tetap saja cocok dengan Kasuami. Yah, orang dikampungku menyebut Kasuami dan Ikan itu seperti sepasang suami-istri.

            Saa itu memang siang yang berbeda. Ditemani kasuami dan ikan goreng. Ah, aku merindukannya. Saat perut keroncongan ini kembali, aku merindukan suasana siang itu.

           

Komentar

Postingan Populer

Gereja Tua

Penyuka Senja

[2] Kisah Adikku : Imajinasi yang Ketinggian