Harus Mencintai Matematika






Copyright By thinkstockphotos.com


Belajar matematika di bangku kuliah itu berbeda dengan di bangku sekolah. Di bangku sekolah selama 12 tahun kita hanya difokuskan pada rumus dan angka-angka. Mencari hasil dari suatu permasalahan soal yang diberikan. Tapi hal berbeda jika kita ingin mendalami matematika lebih dalam. Terutama di bangku kuliah, banyak matakuliah untuk matematika murni yang membahas tentang dalil—kami lebih suka menyebutnya teorema—dan definisi.

Definisi dan teorema selalu menjadi sepasang hal yang harus kami pahami dan kami pelajari dengan rutin. Meskipun soal-soal ujian yang biasa diberikan dosen tak pernah meminta tentang definisi suatu persoalan matematika, tapi dengan mengetahui definisi dan teoremanya, semua soal yang diberikan pasti bisa kita atasi. Memang kuncinya hanya disitu. Pahami definisi dan buktikan teoremanya. Jika kamu bisa, pastilah kamu mampu menyelesaikan soal-soalnya. Tapi ingat, ini bukan tentang angka dan tak hanya sekedar x dan y. Karena matematika murni di bangku kuliah membahas lebih dari itu.

Seorang dosenku pernah mengatakan seperti ini.
“Cintailah matematika seperti kamu jatuh cinta pada seorang wanita atau seorang pria. Cari tahu keindahannya dari bentuk definisi dan teoremanya serta pahami seperti apa keunikan dari definisi dan teoremanya itu”

Kata-kata itu benar-benar mengusikku. Tak pernah ku pikirkan sebelumnya. Mencintai matematika. Aku pernah merasakannya. Saat itu waktu masih kelas 5 SD pertama kali aku mencintai matematika. Tapi rasa itu sudah lama sejak aku melupakannya. Tapi hari-hari itu kembali. Aku ingin mencintainya lagi.

Mencoba mengulik keindahan definisi dan teoremanya. Mencoba memahami kerumitan masalahnya. Dan mencintainya dengan sepenuh hati. 

Ini tentang matematika. Yang orang-orang dulu menyebutnya ilmu pasti. Penuh bukti-bukti yang jelas dan bisa dipahami. Bukan rumit dan tanpa alasan yang jelas. Mencintai sesuatu yang sudah pasti, bukankah itu menyenangkan.


Komentar

Postingan Populer

Gereja Tua

Penyuka Senja

[2] Kisah Adikku : Imajinasi yang Ketinggian